Meniti Takdir Illahi
Semburat ungu memendar di atas kanvas hidupku
Kini, dan ku ingin esok warna ini tak ‘kan membelokSemburat ungu memendar di atas kanvas hidupku
Meski gradasi mungkin ‘kan mengisi spasi-spasi sanubari
Kini, setelah kemarin meniti kebimbangan hati
Ku coba tetap dalam ketundukan dan keteguhan derap
Tentu saja pongah ini tlah meneteskan noktah-noktah
Dan mungkin ringkih ini tlah melukai ruang yang masih putih
Namun aku ‘kan tetap menunggu dalam ungu bayangmu
Dengan penuh kepasrahan dan ketaatan pada nadir-nadir takdir Ilahi
Hingga ku lelah pada biji-biji janji yang memerah
Bilakah kanvasku kembali pulih memutih
Adalah dambaan hakiki jiwa yang rindu kembali
Maka janganlah lara pada sesal yang membara
Atau berhenti menjaga cinta yang tak pernah alfa tercipta
Ialah Cinta yang “abror” seperti cintanya Muhajirin dan Ansor
Jagalah, meski bulir air mata terus menggulir hatta deras mengalir
Tengoklah bahwa lentera iman masih anggun bersemayam di atas menara ihsan
Ataukah takdir ‘kan bersahabat dengan asa yang kita tambat
Maka itu adalah Karunia yang terlukis oleh Dzat Yang Maha Mulia
Kini, dan ku ingin esok tetap menjadi semburat lukisan yang elok
dalam Celupan Tinta Ungu, 19 Desember 2008
No comments:
Post a Comment