Tuesday, April 14, 2009

Lidah Tak Bertulang (Bag 1)

Sepertinya pada zaman seperti sekarang ini membicarakan aib orang lain sudah menjadi kebiasaan bahkan bisa jadi tren yang bukan hanya dirajai para kaum hawa (yang biasa dikenal dengan istilah “nggosip”) tapi juga sudah biasa dilakukan olah kaum adam, dari yang tua, muda, hatta oleh anak-anak yang masih “bau kencur”! Dan bukan hanya marak dilakukan dalam skala rumah tangga, tapi sudah merambah ke skala nasional yang bisa kita saksikan sendiri telah menjamur di stasiun2 televisi yang bahkan mendapat rating tertinggi itu. Sehingga yang jadi korban “kelunakkan” lidah kita bukan lagi orang-orang yang memang kita mengenalnya melainkan orang-orang yang tidak kita kenal secara dalam baik kehidupan sosialnya maupun pribadinya. Astaghfirulloh…. Waiyyadzubillah!

Saudaraku seiman… bisakah kita sejenak membayangkan jika kita yang menjadi korban dimana aib-aib kita diumbar di depan orang lain? Apakah kita akan ridha? Apalagi jika aib kita diketahui oleh orang sebangsa bahkan sedunia?? Apakah kita rela? Apakah kita suka? Lalu bagaimanakah kita juga melakukannya kepada orang lain? Dan tahukah kalian bahwa membicarakan aib orang lain sama saja dengan ghibah?

Nabi Shollallohu’alaihi Wasallam menjelaskan dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh Radhiallohu’anhu:
“Tahukah kalian apa yang dimaksud dengan ghibah itu?” Para sahabat menjawab, “Alloh dan RosulNya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Engkau membicarakan saudaramu dengan sesuatu yang dia tidak suka (untuk diungkapkan)” (HR. Muslim)

Dan bahwasannya ghibah telah Alloh haramkan secara jelas dan tegas di dalam kitabNya dan melalui lisan RosulNya. Alloh ta’ala berfirman artinya:
“…dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya...” (QS. Al Hujurat: 12)

Dan dari Abu Barzah Al-Aslamy dan Al Barra’ bin Azib keduanya berkata: Rosululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Wahai orang-orang yang menyatakan keimanan dengan lisannya padahal iman belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian mengghibahi kaum Muslimin dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan-kesalahan mereka karena barang siapa yang mencari-cari kesalahan-kesalahan mereka maka Alloh akan mencari-cari kesalahannya dan barang siapa yang Alloh cari-cari kesalahannya maka Dia akan membongkar aibnya walaupun berada di dalam rumahnya yang paling tersembunyi.” (HR. At Tirmidzi)
Masya Alloh.. Wahai Saudaraku, siapa yang tidak jijik memakan bangkai saudaranya sendiri???

Bahkan Rosululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam pernah menegur kedua sahabat beliau yang salah satu diantara keduanya telah mengatakan kepada pelayannya yang belum menyiapkan makanan untuk keduanya karena tertidur dengan berkata, “Sesungguhnya orang ini tidurnya persis seperti tidur kalian di rumah.” Lalu keduanya membangunkan pelayan tersebut dan memerintahkan dia untuk menemui Rosululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam dan menyampaikan salam serta meminta izin menemui beliau. Namun Rosululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda kepada orang tersebut, “ Keduanya telah memberi jamuan.”
Maka kedua sahabat beliau terkejut dan bertanya, “Dengan apakah kami telah memberi jamuan?” Lalu beliau menjawab: “Dengan daging saudara kalian, dan demi Yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh saya benar-benar melihat dagingnya dari sisa yang berada di sela-sela gigi taring kalian.” (dan di dalam sebuah riwayat “di sela-sela gigi seri kalian”)

Duhai Saudaraku…Jelaslah bahwa ghibah termasuk dosa besar tapi tipu dayanya begitu tipis, padahal tak jarang kita sendiri tak sadar telah melakukanya. Banyak alasan yang kita lontarkan untuk berkelit, bahwasannya kita mengatakan hal yang benar ada pada diri orang yang kita ghibahi, bahwa kita hanya bercanda mengatai orang tersebut, kita melakukan hal itu semata-mata untuk kebaikan semua pihak, dan juga kita hanya mendengarkan dari Fulan atau stasiun TV…dan masih banyak lagi alasan-alasan lainnya. Tidakkah kisah sahabat Rosululloh di atas belum membuatmu merasa takut untuk beralasan lagi???

Ayuhai memang…lidah tak bertulang! Sehingga sangat ringan kita mengobral lisan kita. Sehingga tak terasa pula kata-kata yang keluar darinya bisa sangat tajam bak samurai bermata dua…!! Maka sudah berapa banyakkah keping-keping hati telah terluka oleh “tebasan” lidah kita??? Wanastaghfirullohal’adzim…
Padahal tahukah engkau wahai Saudaraku, bahwasannya membicarakan aib orang lain juga sama dengan mencoreng kehormatan dan harga diri orang tersebut, dan merusak kehormatan sesama Muslim adalah sangat diharamkan Alloh Azza Wajalla.
Rosululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap muslim terhadap muslim yang lain adalah haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (HR. Muslim)

Bahkan pelanggaran yang terkait dengan kehormatan lebih berat dibandingkan dengan harta! Rosululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Riba memiliki tujuh puluh tingkatan, yang paling ringan dosanya adalah seperti seseorang yang menggauli ibunya, dan sesungguhnya riba yang paling besar dosanya adalah seseorang mencemarkan kehormatan saudaranya.” (HR. At Thabrani)


Beliau Shallallohu ‘alaihi wasallam juga menambahkan, “Satu dirham karena hasil riba yang dimakan oleh seseorang sedangkan dia mengetahuinya, lebih berat di sisi Alloh dibandingkan tiga puluh kali perbuatan zina.” (HR. Ahmad dan At Thabrani)

Imam Asy-Syaukani menafsirkan hadits di atas bahwa maksiat riba termasuk maksiat yang paling berat bahkan lebih parah dari maksiat zina (yang lebih dari tiga puluh macam itu!), dan yang lebih dari itu adalah mengulurkan lisan pada kehormatan saudaranya semuslim. Na’udzubillah.
Rosululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya termasuk riba yang paling parah adalah mengulurkan lisan terhadap kehormatan seorang muslim tanpa hak (alasan yang dibenarkan). (HR Abu Dawud)

Al-Baidhawi berkata, “Mengulurkan lisan pada kehormatan seorang muslim yaitu menjelekkannya lebih dari yang seharusnya -membalas lebih dari ucapannya atau lebih dari yang rukhsah yang diberikan. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam memisalkannya dengan riba, dan memasukkannya ke dalam bagian riba, lalu menjadikannya sebagai riba yang paling besar. Sebab hal ini lebih berbahaya dan kerusakannya lebih parah. Karena kehormatan (harga diri) seseorang -baik menurut syari’at maupun akal- adalah lebih mulia dibandingkan hartanya dan lebih besar bahayanya daripada harta.”

Dan ketahuilah wahai saudara-saudaraku-dan untuk diriku juga-… Jika maksiat yang paling besar adalah riba dan riba yang paling parah adalah ghibah, maka ghibah yang paling berat adalah ghibah yang berkaitan dengan agama seseorang. Karena setiap orang mukmin lebih benci jika disinggung kejelekan agamanya daripada disinggung cacat tubuhnya.” [Imam al-Qurthubi dalam Tafsiir al-Qurthubi (XVI/337)]

(bersambung...)

No comments:

Post a Comment