Tuesday, April 14, 2009

Lidah Tak Bertulang (Bag 2)

Untuk itu marilah kita menjaga lidah yang tak bertulang ini dari berbuat dzolim akibat mengatakan aib atas agama seseorang. Karena kita tidak tahu bahwa bisa jadi orang yang kita ghibahi, yang kita rendahkan, lecehkan, ternyata kedudukannya agung di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita tidak pernah menyangka bahwa ucapan yang terasa sangat ringan ternyata sangat berat di sisi Alloh.
Adapun syariat Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang mulia dan rahmatan lil ‘alamin telah mengatur kebaikan sedemikian rupa dalam perkara-perkara yang kita diperbolehkan untuk “berghibah”. Perkara-perkara tersebut diantaranya:
- Mengadukan kedzaliman kepada Pemerintah dan Hakim
- Meminta fatwa
- Meminta tolong untuk merubah kemungkaran atau menghilangkan musibah dari seorang muslim
- Memperingatkan kaum muslimin dan menasehati mereka dari orang-orang jahat dan dari orang-orang yang membahayakan terhadap kaum muslimin (hal ini terutama dalam rangka menjaga hadits Rosululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam dari para perawi dan para saksi tercela)
- Musyawarah di dalam urusan pernikahan atau kerjasama atau hidup bertetangga dan semisalnya
- Menyebutkan orang yang terang-terangan melakukan dosa atau kebid’ahan dan tidak menyebutkan aib yang lain kecuali karena keadaan-keadaan tersebut
- Memperkenalkan seseorang jika dia terkenal dengan julukan tertentu

Tetapi hendaklah seseorang berhati-hati dari celah-celah hal-hal yang mubah, jangan sampai syetan mengaburkannya sehingga dia membuka pintu-pintu yang diharamkan lalu lisannya selalu basah dengan ghibah. Jadi perkara yang mubah memiliki ukuran dan batasan, dan harus diiringi dengan niat yang baik karena Alloh tanpa ada tujuan mengobati kemarahan dan bukan juga karena ingin menyebarkan keburukan seseorang. Dan Robb kita mengetahui mata-mata yang berkhianat dan apa-apa yang disembunyikan oleh hati manusia.
Disamping itu kita juga harus yakin terlebih dulu bahwa dibalik ghibah tersebut tidak akan menimbulkan keburukan/mafsadah yang lebih banyak daripada kebaikan/maslahatnya dan tidak akan terjadi fitnah yang akan membahayakan kaum Muslilimin (Hushain bin ‘Audah al-‘Awaisah)

Duhai saudaraku yang kucintai karena Alloh... Kiranya kita telah mengetahui bahaya dari uluran lisan yang membahayakan ini, kiranya juga kita renungkan betapa telah banyak daging-daging saudara kita yang telah kita makan, yang hanya akan menjerumuskan kita ke dalam Neraka jahanam-Na’udzubillah-dan menyebabkan kebangkrutan di akhirat kelak.

Karena Rosululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bukankah tidak ada yang menyebabkan manusia terjungkal di atas wajah-wajah mereka dalam Neraka melainkan akibat dari lisan-lisan mereka?!”(HR At-Tirmidzi).


“Tahukah kalian siapa yang disebut dengan orang yang bangkrut?” Para Sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut di kalangan kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki barang.” Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam berkata, “Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan shalat, puasa, dan zakat. Dia datang, sementara ia telah mencela si Fulan, telah menuduh si Fulan (dengan tuduhan yang tidak benar), memakan harta si Fulan, menumpahkan darah si Fulan, dan memukul si Fulan. Maka diambillah kebaikan-kebaikannya dan diberikan kepada si Fulan dan Fulan. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sebelum cukup menebus kesalahan-kesalahannya, maka diambillah kesalahan-kesalahan mereka (yang telah ia zhalimi) kemudian dipikulkan kepadanya, lalu ia pun dilemparkan ke Neraka.” (HR Muslim)


Maka selagi pintu taubat masih terbuka dan pintu amalan belum tertutup, marilah kita kembali kepadaNya yang Maha Mengampuni dosa-dosa.. marilah kita bertaubat dari ghibah dengan syarat-syarat berikut:
a. Berhenti sama sekali dari ghibah,
b. Menyesal dari perbuatan ghibah,
c. Bertekad kuat untuk tidak mengulanginya kembali untuk selamanya, dan
d. Meminta kepada saudara kita untuk dihalalkan (dimaafkan) atas ghibah yang kita lakukan dan juga memintakan ampunan kepadanya—namun jika khawatir akan menyebabkan mafsadah/keburukan yang lebih besar maka cukuplah dengan kita mendoakan kebaikan baginya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata, “Adapun hak orang yang terzhalimi, maka tidak gugur hanya dengan bertaubat…. Barangsiapa yang bertaubat dari kezhaliman, maka tidak gugur hak orang yang terzhalimi dengan taubatnya tersebut. Tetapi merupakan kesempurnaan taubat, hendaklah ia mengganti hak tersebut dengan semisal kezhaliman yang pernah dilakukannya. Jika ia tidak mengganti hak tersebut di dunia, maka ia pasti akan menggantinya di akhirat. Karena itu wajib bagi orang yang berbuat zhalim yang sudah bertaubat untuk memperbanyak perbuatan-perbuatan baik, sehingga apabila orang-orang yang dizhaliminya mengambil kebaikan-kebaikannya (kelak di Akhirat, sebagai penebus hak-hak mereka), ia masih tidak menjadi orang yang bangkrut (masih tersisa kebaikan-kebaikannya). Meskipun demikian, jika Allah menghendaki untuk menebus hak orang yang terzhalimi dari sisi-Nya, maka tidak ada yang menolak karunia-Nya. Sebagaimana halnya jika Allah menghendaki untuk mengampuni dosa-dosa yang tingkatannya di bawah kesyirikan bagi siapa saja yang Ia kehendaki….


Wallohul musta’an

“Ya Alloh, lindungilah lisanku dari mengghibah manusia, jagalah mataku dari menonton acara gossip, dan tutuplah telingaku dari mendengar aib saudaraku… Ya Robbi, terimalah taubatku dan selamatkan hamba dari kebangkrutan di Hari Perhitungan. Aamin, ya mujibas saa’iliin.”



Muroji’:
1. Ghibah yang Dibolehkan dalam Islam oleh Hushain bin ‘Audahal-‘Awaisah, Penerbit An-Najiyah
2. Jangan Sembrono Di Dalam Meng-Hajr Saudaramu, Oleh : Al-Ustâdz Abu ‘Abdil Muhsin,Lc. http/: www.abusalma.wordpress.com
3. Hati-Hati Membicarakan Orang Lain. Bulletin An Nur Th.XI No.510 Jumat II Rajab 1426 H/19 Agustus 2005 M

No comments:

Post a Comment