Hingga bersua pada kenyataan dan kebenaran
:jalan ini adalah rahmat
Lalu cinta di hati digali dan diumbar
Keangkuhan pun menggradasi, menantang lazuardi
Sahabat, sekali cobalah tatap
Diri ini pada cermin yang bukanlah kusam
Tengoklah mata yang indah dengan bulu yang lentik
Masih adakah siluet haram terpancar darinya
Yang bercokol dari pandangan yang tak tertunduk
Lalu pandanglah bibir yang tipis dan menawan
Terngiangkah kata-kata busuk yang pernah terlafal
Atau ingatkah ada berapa hati yang tercabik oleh ketajamannya
Dan liriklah telinga yang cantik berhiaskan anting bermata zamrud
Adakah sisa dengungan kata-kata haram yang sempat berlalu
Sahabat, itukah diri ini yang selalu anggun menyenandungkan rahmat
Dan mahabbah merdu kepada Sang Penyelamat
Bahkan mungkin mata ini tak pernah menjadi saksi sayatan pedang
dan desiran peluru yang membabi buta di tubuh yang hitam-kurus
Atau telinga ini tak mau mendengar tangis pilu anak-anak yang kelaparan
Apatah lagi bibir ini tak sudi sekedar melarang kesyirikan dan bid’ah ad dholalah
Masihkah hati ini melantangkan cinta di atas kedzaliman manusia
Cinta ini begitu sederhana
Begitu apa adanya
Dan tak ada apa-apanya
Sebatas shalat yang tak kunjung khusuk
Atau usaha mentadaburi tiap bait mushafNya
Hingga lantunan doa rindukan keindahan surgaNya
Sahabat, sekali lagi cobalah tatap
Diri ini pada cermin yang bukanlah kusam
Masihkah hati ini melantangkan cinta di atas kengkuhan manusia
Masihkah mata, bibir, dan telinga ini mahsyuk di atas kemaksiatan yang merajalela
Saudara, sekali lagi marilah tatap
Pada cermin yang indah benderang
Cermin yang bernamakan Taubatan Nasuha
Karena cintaNya yang tak begitu sederhana
Secret Chamber: Oct 13rd, 2006
(edit: Jan 21st, 2008)
No comments:
Post a Comment