Showing posts with label Samudera Kata. Show all posts
Showing posts with label Samudera Kata. Show all posts

Wednesday, October 7, 2009

Saturday, August 8, 2009

(Marhaban...)


Ode Penantian
***
Bening asa menyemburat dari relung qolbu
Sebening embun pagi yang bertahta di hijau daun
Itulah asa seorang mukmin yang sedang mabuk rindu
Akan datangnya kekasih yang slalu ditunggu
Yaitu rindu yang jika t’lah bertemu ‘kan menjadi candu

Hari demi hari hingga terlalui bulan demi bulan
Dosa demi dosa terpungut dari kecil hingga besar
Hati yang terliput gelisah dan gundah gulana
Kian lelah meski bibir s’lalu basah akan istighfar
Namun bening asa masih setia bertahan

Kekasih yang dinanti semakin merangkak di sisi
T’lah dia tunjukkan aroma mewangi
Hati pun semakin gelisah dan tak berani
Apakah diri mampu dan ditakdirkan menjumpai
Padanya Ramadhan, bulan yang suci


S’moga aku dan kamu bisa bertemu dengannya
Lalu mahsyuk dalam cinta di dalamnya
Hingga kita teguk kenikmatan ibadah lillah
Hingga kita tapaki tangga Takwa
Hingga kita semua bertemu di dalam Jannah


(Aamiin yaa mujiibassaa’iliin)
-RUANG TUNGGU, 7-8-2009-

Sunday, July 5, 2009

Rintihan Hati

Banyak makna terentas dari sebuah kata
Entah manis, pahit, getir, atau sekedar buih di bibir
Hanya hati yang menyatu yang mampu mengeja

Apatah lagi jika untaian kata yang meregang
Maka suka dan duka tetap ‘kan tercipta
Mewarnai atmosfer angan tempat merajut asa
Entah janji, puji, atau hanya roman picisan yang terkaji
Tetap hanya hati yang menyatu yang mampu mengeja

Namun hati kita tak lagi mampu menyatu
Karena waktu yang masih kelabu
Atau batas diri yang jauh darimu
Membuat kita terisak sedu
Menangisi semua kisah kita tentang “biru”

Aku lelah dengan rintihan ini
Yang selalu bisu bersama katamu
Izinkanlah ‘ku eja makna lain
Dari kata yang kita simpan bersama dalam qolbu
Hingga kesabaran kita bertemu di batas takdir
Dan sang waktu pun tak lagi kelabu


Ruang Hati, 4 Juli 2009

Tuesday, April 14, 2009

^.^

Meniti Takdir Illahi

Semburat ungu memendar di atas kanvas hidupku
Kini, dan ku ingin esok warna ini tak ‘kan membelok
Meski gradasi mungkin ‘kan mengisi spasi-spasi sanubari
Kini, setelah kemarin meniti kebimbangan hati
Ku coba tetap dalam ketundukan dan keteguhan derap

Tentu saja pongah ini tlah meneteskan noktah-noktah
Dan mungkin ringkih ini tlah melukai ruang yang masih putih
Namun aku ‘kan tetap menunggu dalam ungu bayangmu
Dengan penuh kepasrahan dan ketaatan pada nadir-nadir takdir Ilahi
Hingga ku lelah pada biji-biji janji yang memerah

Bilakah kanvasku kembali pulih memutih
Adalah dambaan hakiki jiwa yang rindu kembali
Maka janganlah lara pada sesal yang membara
Atau berhenti menjaga cinta yang tak pernah alfa tercipta
Ialah Cinta yang “abror” seperti cintanya Muhajirin dan Ansor
Jagalah, meski bulir air mata terus menggulir hatta deras mengalir
Tengoklah bahwa lentera iman masih anggun bersemayam di atas menara ihsan

Ataukah takdir ‘kan bersahabat dengan asa yang kita tambat
Maka itu adalah Karunia yang terlukis oleh Dzat Yang Maha Mulia
Kini, dan ku ingin esok tetap menjadi semburat lukisan yang elok


dalam Celupan Tinta Ungu, 19 Desember 2008


Monday, March 30, 2009

Tak Sederhana

Geluti tiap detik dalam waktu

Hingga bersua pada kenyataan dan kebenaran

:jalan ini adalah rahmat

Lalu cinta di hati digali dan diumbar

Keangkuhan pun menggradasi, menantang lazuardi


Sahabat, sekali cobalah tatap

Diri ini pada cermin yang bukanlah kusam

Tengoklah mata yang indah dengan bulu yang lentik

Masih adakah siluet haram terpancar darinya

Yang bercokol dari pandangan yang tak tertunduk


Lalu pandanglah bibir yang tipis dan menawan

Terngiangkah kata-kata busuk yang pernah terlafal

Atau ingatkah ada berapa hati yang tercabik oleh ketajamannya

Dan liriklah telinga yang cantik berhiaskan anting bermata zamrud

Adakah sisa dengungan kata-kata haram yang sempat berlalu


Sahabat, itukah diri ini yang selalu anggun menyenandungkan rahmat

Dan mahabbah merdu kepada Sang Penyelamat


Bahkan mungkin mata ini tak pernah menjadi saksi sayatan pedang

dan desiran peluru yang membabi buta di tubuh yang hitam-kurus

Atau telinga ini tak mau mendengar tangis pilu anak-anak yang kelaparan

Apatah lagi bibir ini tak sudi sekedar melarang kesyirikan dan bid’ah ad dholalah

Masihkah hati ini melantangkan cinta di atas kedzaliman manusia


Cinta ini begitu sederhana

Begitu apa adanya

Dan tak ada apa-apanya

Sebatas shalat yang tak kunjung khusuk

Atau usaha mentadaburi tiap bait mushafNya

Hingga lantunan doa rindukan keindahan surgaNya


Sahabat, sekali lagi cobalah tatap

Diri ini pada cermin yang bukanlah kusam

Masihkah hati ini melantangkan cinta di atas kengkuhan manusia

Masihkah mata, bibir, dan telinga ini mahsyuk di atas kemaksiatan yang merajalela


Saudara, sekali lagi marilah tatap

Pada cermin yang indah benderang

Cermin yang bernamakan Taubatan Nasuha


Karena cintaNya yang tak begitu sederhana




Secret Chamber: Oct 13rd, 2006

(edit: Jan 21st, 2008)



Hidup

Hidup adalah waktu

: antara satu

hingga dua belas


Hidup adalah elegi

: antara suka

dan duka


Hidup adalah perjuangan

: antara bekerja

serta ibadah


Hidup adalah perjalanan

: antara dunia

menuju akhirat


Hidup adalah jarak

: antara liang ibu

sampai liang kubur


Brebes, 2003


Wednesday, March 25, 2009

Menanti Sahabat

Sahabat, kekasihku dalam iman
Apa kabar jiwamu dalam kembara?
Aku resah…
Melihat tangismu dalam mimpi

Sahabat, kekasihku dalam cinta
Apa kabar kidung yang dulu kita lagukan?
Aku sedih …
Kau tak menangis dalam lara

Sahabat, aku tak bisa pasrah…
Melihat hijabmu mengering dan berguguran
Meski itu menjelma dalam senyum sendumu
Sahabat, aku tak bisa ikhlas
Kau gadaikan iman dalam kembara
Kau jual cinta dalam mimpi merajut cita!

Sahabat, ‘ku ingin tetap kekasihmu
Yang setia menyulam iman, meski dalam gelap
Yang teguh berkidung dzikir, disaat hati sedang lelah
Yang menunggumu kembali…
Hingga berkerudung anggun!

Purwokerto, 2005